Selasa, 29 November 2011

Aku Tak Pernah Tau Kapan Harus Berhenti

By: AngelGetMad


”Nasib yang paling beruntung adalah tidak dilahirkan.
Yang kedua adalah dilahirkan tapi mati muda.
Dan yang paling sial adalah mati tua.”
(Nicholas Saputra dalam ”Soe Hok Gie”)

Aku ini memang bukan Realis murni.
Tapi aku juga bukan orang yang idealis.
Aku salut melihat perjuangan orang-orang seperti Soe Hok Gie dan Munir.
Tapi aku tidak siap untuk menjadi seperti mereka.

Terlalu banyak orang yang menderita.
Itu menjadikan terlalu banyak orang yang juga harus dibantu.
Apa mereka semua harus diberikan uluran tangan?

Aku mulai meragukan sesuatu yang selama ini dikenal dengan sebutan ”kepedulian”
Apakah ada orang yang sungguh-sungguh peduli?
Kalau bukan keluarganya, atau temannya, atau tetangganya, atau orang-orang yang pernah membantunya.
Apakah ada orang yang mau peduli pada orang lain?

Yah...
Kurasa aku harus berhenti bersikap skeptis.
Tapi aku merasa sulit menepis pikiran-pikiran seperti itu.
Aku memang manusia yang penuh dengan pikiran-pikiran sampah.
Aku tempat berkumpulnya kebencian, kedengkian, kekecewaan, kemarahan, dan semua hal-hal buruk yang (pastinya) dimiliki manusia – walaupun dengan kadar yang berbeda.

Dunia ini terlalu indah kalau bisa melihat cinta.
Tapi sayang cinta itu tidak bisa terlihat kecuali hanya dalam susunan lima huruf yang membentuk sebuah kata C I N T A.
Kau bilang cinta bisa ditunjukkan dengan pelukan?
Atau ciuman?
Atau ucapan ’aku mencintaimu’?
Atau sebuah pengorbanan?
Apa itu yang namanya cinta?

Ok, anggaplah aku ini orang bodoh yang tak mengenal cinta.

Tapi apa kau pernah berpikir, kalau saja benar orang-orang di dunia memiliki dan menyanjung cinta.
Kenapa kita masih butuh uang?
Bukankan bisa saja kita membeli es krim lalu membayarnya dengan pelukan atau ciuman?
Tidak bisa, kan?

Jadi mana yang lebih besar di dunia ini?
Love?
Atau...
Profit?

Cinta itu tidak banyak di dunia.
Cinta itu bukan milik semua orang.
Bukan milik manusia...
Bukan.

Beruntunglah kalian yanga mati muda.
Dari tiada kembali ke tiada...
Dan berbahagialah dalam ketiadaan.
(Nicholas Saputra dalam ”Soe Hok Gie”)

2 komentar:

  1. Nah, keren nih puisinya...

    Ayo Gie, di update lagi blognya...

    BalasHapus
  2. thanks, Riyadi :)
    seneng deh kalo ada yg suka.
    ok, aku bakal nyoba nulis2 terus^^

    BalasHapus