Kamis, 25 November 2010

Menjadi teman yang baik itu sulit (Bag. 2)


“Sahabat itu seperti lilin. Bersedia lebur demi menerangi jalanmu.
Sahabat itu seperti bintang. Walaupun jauh dan kadang menghilang, tapi dia selalu ada.
Sahabat itu gak butuh banyak kata untuk tau isi hatimu.
Sahabat itu adalah orang yang akan selalu siap menarik tanganmu kalau kau terjatuh, selalu siap menepuk pundakmu kalau kau kehilangan semangat, selalu ada di tempat yang bisa kau jangkau kalau kau membutuhkan seseorang.
Dan sejauh apapun kau berjalan, kalau kau melihat ke belakang, dia masih tetap akan berada di sana. Tersenyum padamu...”
(dari berbagai sumber)

Masalahnya, apakah orang seperti itu memang ada?

Aku Yuri, 21 tahun. Saat ini sedang kuliah di salah satu universitas negeri di Riau.
Pertama kali jadi mahasiswa, aku bertemu dengan macam-macam orang lagi.
Teman-teman SMA-ku dulu pasti juga begitu.
Kali ini aku bertemu dengan akhwat-akhwat. Secara (nyaris) tak sengaja aku akan melewatkan satu tahun pertamaku jadi mahasiswa di sebuah pondokan akhwat.
Mereka baik. Mereka semua baik. Sangat baik malah.
Tapi untuk aku yang seperti ini, sikap baik mereka itu malah jadi membingungkan.
Aku tidak terbiasa suasana rumah seperti ini.
Aku sudah pernah bilang ‘kan, kalau di rumah aku lebih suka menghabiskan waktuku di kamar. Sendirian. Dan sekarang aku malah harus berbagi dengan seseorang.
Lagipula, penghuni pondokan ini tidak pernah bisa tenang kalau aku sudah seharian di kamar. Mereka pasti sibuk berbasa-basi seperti: “Ngerjain apa?” atau “Ikut yuk, hari ini ada seminar bagus di kampus”.

Aku gak cocok dengan semua ini.
Aku nggak terbiasa berbasa-basi. Dan aku memang selalu begini kalau di rumah.
Tapi ini yang membuatku berubah.
Ya, perlahan aku mulai menyesuaikan diri. Karena aku sadar kalau sekarang aku gak lagi ada di rumah. Sekarang aku ada di pondokan, dengan orang-orang lain yang bukan keluarga. Orang yang juga harus kuberikan sikap ramah, seperti orang-orang di sekolah dulu. Aku harus berusaha menjadi orang yang disukai.

Awalnya aku sempat capek karena harus selalu menyembunyikan mood jelekku. Tapi lama-lama ini menjadi hal yang gak sulit. Lagipula, teman-teman di pondokan ini ternyata bisa kusebut sebagai keluarga. Dan sedikit demi sedikit aku bisa menjadi “orang- yang-selalu-punya-mood-bagus”. Selama setahun tinggal bersama mereka, aku udah meninggalkan sifatku yang moody.

Tahun berikutnya kulalui di rumah kakakku. Walaupun aku masih suka sendirian di kamar, tapi aku gak pernah lagi memaksa orang untuk menyesuaikan sikap dengan mood-ku – tapi kadang aku masih gak bisa mengendalikan diri waktu mood lagi jelek, yah itu memang butuh proses.

Setahun di rumah kakakku, keluargaku mulai mengenali sifatku sebagai anak yang dewasa. Aku dibilang dewasa?
Begitulah, aku pernah dengar mereka ngobrol tentang aku dan bilang kalau sekarang aku bukan anak egois lagi, sekarang aku udah dewasa dan kadang malah bisa memberi solusi.

Apa aku senang dengan perubahan ini?
Tentu saja.

Tapi, lagi, aku harus pindah dan melewatkan waktu dengan orang lain lagi. Karena kakakku harus ikut suaminya pindah keluar kota, jadi aku harus mencari kos-kosan. Sampai akhirnya aku terbawa ke sebuah rumah. Aku dan beberapa orang teman yang sebelumnya nggak terlalu kukenal – kami cuma kenal nama dan sama sekali jarang ngobrol – memutuskan untuk mengontrak rumah daripada nge-kos.

Jadilah aku mengontrak sebuah rumah di dekat kampus, bersama dengan teman-teman baruku. Keadaan masih selalu baik-baik saja, kalau sekali-sekali ada cek-cok, itu bukan hal yang serius. Kami bisa melalui semuanya dengan normal. Walaupun mereka belum bisa kusebut sebagai sahabat, tapi mereka juga bukan musuh.
Ya, mereka itu adalah teman.

Selain mereka, aku juga punya teman-teman yang akhir-akhir ini akrab denganku di kampus. Teman-teman sekelas, aku punya banyak, dan sudah seperti keluarga. Bahkan rasanya, kalau dihitung-hitung, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan mereka ini dibandingkan dengan keluargaku sendiri.

Tapi aku memang gak pernah tau apa yang mereka pikirkan.
Biar seakrab apapun. Kami tetap punya kehidupan sendiri-sendiri. Gak ada gunanya bersikap terlalu terbuka. Kepada siapapun, gak ada gunanya bersikap terlalu terbuka.
Selama aku gak terlalu membuka diri, gak akan ada masalah waktu berpisah ataupun waktu aku bertemu dengan orang lain.

Yupz.
Lagi-lagi aku kembali disadarkan kalau ternyata hidup ini memang seperti lari estafet. Walaupun mungkin kita udah menemukan orang yang nyaman untuk menjadi teman, tapi perubahan akan selalu datang. Perpisahan akan selalu ada, dan pertemuan dengan orang baru juga akan selalu menyertainya.
Aku jadi berpikir, orang yang gak bisa menerima perubahan adalah orang yang gak akan pernah bahagia.

Tapi, ada satu hal lagi yang kupelajari, “Semua orang pasti punya beberapa hal yang gak ingin diceritakan pada orang lain. Gak ada salahnya kalau kita punya rahasia, asalkan jangan terlalu menutup diri. Karena kita akan selalu bertemu orang-orang baru, dan beberapa di antaranya mungkin ada yang bisa menjadi teman.”

Menjadi teman yang baik itu sulit (Bag. 1)


Namaku Yuri, 21 tahun. Dulu, di sekolah aku termasuk dalam kategori anak cerdas. Karena aku selalu ada di urutan pertama atau kedua ranking kelas. Tampangku biasa-biasa aja sih, tapi aku tipe orang yang cukup percaya diri dan kadang terkesan cuek. Kalau soal tampil atau bicara di depan umum, aku jagonya. Itu sebabnya aku sering diandalkan untuk jadi protokol upacara ataupun MC, aku juga pernah jadi penyiar radio, dan aku sering ikut serta dalam lomba pidato dan beberapa diantaranya berhasil kumenangkan.

Ada satu hal yang gak pernah bisa kumengerti dari diriku sendiri.
Sifatku yang moody.
Kadang aku pikir kalau mungkin aja aku ini sebenarnya punya kepribadian ganda.
Gak mungkin, ya? – Aku gak serius kok mikir kayak gitu.
Sifatku di rumah dan di sekolah beda banget.
Di rumah, aku menghabiskan hampir seluruh hariku di dalam kamar. Aku menyibukkan diriku dengan berbagai hal – seperti membaca dan menulis macam-macam – dan aku paling benci kalau pintu kamarku terbuka saat aku sedang berada di dalam kamar. Karena aku merasa itu agak mengganggu. Kurasa keluargaku sudah terlanjur mengenalku sebagai anak yang ketus dan gak akan ngomong kalau gak terlalu penting.

Tapi kalau udah sampai disekolah aku langsung berubah jadi orang yang bisa dibilang menyenangkan. Aku ramah pada siapa saja. Aku bahkan tertawa untuk hal yang sebenarnya tidak terlalu lucu. Kalau mengingatnya sekarang aku jadi sedikit mengerti, mungkin aku cuma berusaha supaya disukai orang lain.

Aku gak pernah punya sahabat. Sejak kecil aku ikut orang tuaku berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain – Ayahku seorang kontraktor yang pekerjaannya gak pernah tetap. Aku ingat pernah tinggal di Jakarta, Batam, Perawang, Merak, Lampung, Pangkalan Kerinci, dan akhirnya aku tinggal di Medan selama 6 tahun masa SD-ku. Tapi itu pun gak membuat aku punya sahabat. Kalau teman, aku punya banyak. Semasa SD, kami cuma berteman jika kami butuh, itu yang kupercaya. Semua teman-teman SD-ku seperti itu. Mereka ada di sekitarku selama aku juara kelas. Kedengaran berlebihan kan? Tapi itulah kenyataannya. Makanya aku gak pernah menganggap mereka sahabat.

Sampai sekarang, aku udah jadi mahasiswa di Pekanbaru. Dan gak satu namapun dari teman SD-ku yang terdengar kabarnya. Gak satu orangpun dari mereka yang masih bisa kusebut sebagai teman. Waktu aku kembali lagi ke Pangkalan Kerinci untuk melanjutkan SMP sekitar + 8 tahun yang lalu, orang pertama yang menyapaku adalah Suzan, tetangga sekaligus teman satu SMP-ku. Kami cukup akrab karena bisa dibilang dia sangat mengerti mood-ku. Gak jarang aku menyuruhnya pulang waktu dia main ke kamarku disaat mood-ku lagi jelek. Tapi dia gak pernah melakukan hal yang sama saat aku merasa butuh teman ngobrol dan memutuskan untuk main ke rumahnya. Aku datang ke kamarnya kapanpun aku suka – gak peduli bagaimanapun mood-nya saat itu – dan dia selalu menerimaku dengan baik.

Kami gak pernah jadi teman sekelas – selama ini gak jadi masalah karena rumah kami dekat. Tapi sejak aku pindah rumah, semuanya berubah. Kami jarang ketemu. Dia punya teman baru dan aku punya teman baru. Kami mulai disibukkan dengan lingkungan kami masing-masing. Setiap kali kami bertemu dan mencoba untuk ngobrol, gak ada hal menarik yang bisa dibicarakan dan itu membuat pertemuan kami jadi sangat singkat dan membosankan.

Hal seperti itu terus berlangsung sampai kami kelas XII. Kadang aku pengen dekat dengan Suzan lagi, tapi dia udah gak kayak dulu. Dia udah tumbuh jadi cewek yang cantik, mirip boneka, dan banyak cowok yang naksir. Kalau sama-sama dia aku jadi sering minder. Pernah suatu kali aku lagi jalan bareng dia, ada cowok dari kelas XII IA 3 tiba-tiba manggil aku. Aku sempat salah sangka dan rada Ge-eR; kupikir, tumben bukan Suzan yang dipanggil. Tapi rupanya tu cowok cuma mau bilang: “Yuri, salam ya buat Suzan.“ Wah... sulit diungkapkan rasanya, untung aku bisa jawab “Ok“ dengan santai – walaupun dalam hati kesal setengah mati.

Kerenggangan persahabatanku dan Suzan gak bisa ditolerir lagi. Mendadak kami jadi seperti orang asing walaupun masih sering saling menyapa kalau berpapasan.
Sebenarnya, bukan berarti aku gak pernah punya sahabat lagi. Waktu kelas X, aku sempat punya tiga orang teman, Yanti, Mela, dan Chi-chi. Kami empat sekawan yang menamakan diri kami MC=Y2 (Nama itu diambil dari inisial kami masing-masing).

Kami melewati hari-hari bersama, tertawa, bahkan pernah menangis bersama. Masalah satu orang di antara kami akan menjadi masalah kami berempat. Kalau dua orang di antara kami berselisih (biasanya Chi-chi dan Mela, mereka suka bertengkar gara-gara hal sepele), maka kami akan menyelesaikannya bersama. Aku dan Yanti yang akan jadi penengah, begitupun sebaliknya. Kami berempat seperti keluarga, kami ingat hari ulang tahun setiap orang di antara kami, dan kami selalu merencanakan kejutan hebat kalau satu di antara kami berulang tahun.

Kami terus seperti itu sampai segalanya mulai berubah. Sejak Chi-chi punya pacar, dia berubah (itu menurut Mela). Mela sering protes karena Chi-chi lebih banyak menghabiskan waktu dengan pacarnya dibanding kami. Aku ngerti sih, sengaja atau nggak, kami gak mungkin terus berempat selamanya. Saat-saat seperti ini memang akan datang dan tentu saja kami harus siap menghadapinya.

Kami mulai renggang waktu naik ke kelas XI, tak satupun dari kami sekelas. Aku di kelas XI IA 1, Yanti XI IA 2, Chi-chi XI IA 3, dan Mela XI IA 4. Entah kenapa kami jadi terpecah begitu. Tadinya kupikir gak ada masalah dengan perbedaan kelas itu. Tapi, seperti biasa, aku punya teman baru dan mereka juga begitu. Lain kelas, lain lingkungan, lain teman-teman, dan lain cerita. Kami masih berusaha mempertahankan MC=Y2, setiap jam istirahat kami ngumpul dan kami masih ingat kalau ada yang ulang tahun di antara kami. Tapi lama-lama, memang gak bisa dipungkiri, di dunia ini gak ada yang abadi. Aku mulai malas main ke kelas mereka, begitu juga dengan mereka. Kami lebih memilih untuk menghabiskan waktu istirahat sekolah dengan teman sekelas kami masing-masing. Kami mulai lupa merencanakan kejutan kalau ada salah satu dari kami yang berulang tahun. Kami jadi malas ngumpul bareng dan bertukar cerita. Sampai akhirnya ada berita tentang mereka yang gak kuketahui dan ada berita tentangku yang gak mereka ketahui. Aku gak tau kalau Yanti udah jadian, bahkan dengan cowok yang dulu pernah kusuka waktu SMP. Tapi Yanti gak tau soal itu, kami beda sekolah waktu SMP. Lagipula perasaanku dengan cowok itu udah hilang. Jadi itu bukan masalah besar, kejadian itu gak membuatku mau mengakhiri MC=Y2.

Tapi kerenggangan antara kami makin gak terkendali. Buktinya, aku gak tau kalau Chi-chi udah putus sama pacarnya. Dia gak memberitauku, atau mungkin dia merasa gak perlu untuk memberitauku. Aku gak bisa melawan kenyataan kalau pada akhirnya kami cuma bisa saling senyum dan menyapa setiap kali berpapasan. Kami bukan lagi empat sekawan yang seperti keluarga.

Cerita tentang MC=Y2 udah selesai. Kali ini aku akan cerita tentang Hany. Teman sekelasku di kelas XI IA 1. Salah satu alasan yang membuatku lebih betah di kelas daripada pergi ke kelas salah satu dari teman MC=Y2. Hany orangnya ceria dan kocak.
Bersahabat dengan Hany membuatku merasa seperti orang yang sangat pemurung. Dia suka menghidupkan suasana, sedangkan aku dengan mood yang berubah-ubah selalu ingin dimengerti oleh orang lain. Dia itu terlalu terang, sinarnya sampai membuat semua yang ada disekelilingnya jadi gak kelihatan. Dia menyerap semua perhatian orang-orang disekitarku. Bahkan orang yang baru kukenal melalui dunia maya pun lebih senang chatting dengannya setelah aku mengenalkan ID-nya. Hany punya gaya bicara yang asyik dan seru, beda denganku. Tapi aku gak iri kok.
Ng...
Oke, aku memang sedikit iri.
Tapi bukan iri yang sampai membuatku benci padanya. Aku cuma iri karena gak bisa seperti dia. Kenapa aku gak bisa jadi orang yang ceria dan bisa menghidupkan suasana seperti dia. Kenapa aku lebih suka ngomong ketus sampai orang-orang menganggapku judes daripada ngomong sesuatu yang bisa buat orang ketawa.

Kejujuran itu memang gak selamanya menyenangkan Tapi aku memang orangnya seperti ini. Kadang suka bicara dan berpenampilan apa adanya. Mungkin sifatku yang seperti inilah yang membuatku terkesan jutek. Dan satu lagi, aku paling benci diajak bicara kalau (lagi-lagi) mood-ku sedang jelek. Lebih baik jangan pedulikan aku kalau perasaanku lagi gak baik. Karena tanpa kusengaja aku akan mengeluarkan kata-kata yang super judes dan ketus.
Masalahnya,
Siapa yang tau kalau perasaanku lagi gak baik, kalau bukan aku sendiri?
Menjadi sahabat yang baik itu memang sulit. Terutama bagiku.
Kalian tau ‘kan?
Saat kita ingin dimengerti dan saat orang lain ingin dimengerti, itu membutuhkan perasaan yang sangat kuat. Aku sadar kalau aku bukan satu-satunya orang yang butuh perhatian dan pengertian. Suzan, Yanti, Mela, Chi-chi, Hany, bahkan teman-teman SD-ku pun butuh hal itu.

Hany, walaupun sifat cerianya itu kadang-kadang berubah jadi menyebalkan. Tentang sifat tukang becandanya yang gak lihat-lihat waktu (dia suka membuat lelucon saat pelajaran sedang berlangsung), tentang sikapnya yang easy going dan suka cari jalan pintas (lebih suka nyontek daripada berusaha sendiri), tentang sikapnya yang suka mengaku “aku udah belajar cukup keras untuk ulangan ini”, padahal aku tau usahanya belum maksimal, dan tentang sifat-sifat malas berusahanya yang lain. Sering membuatku kesal. Tapi dia tetap pantas kusebut sebagai sahabat.

Aku pun semakin menyadari kalau hidup ini memang seperti lari estafet. Mulai dari start sampai finish kita akan bertemu dengan orang yang berbeda. Untuk terus berlari, kita harus meninggalkan yang lainnya. Walaupun kita masih bisa melihatnya, tapi keadaan gak akan pernah sama dengan sebelumnya. Perpisahan itu pasti datang.

Biarlah suatu saat kami menemukan begitu banyak perbedaan antara kami, biarlah suatu saat kami menemukan hal-hal baru di dalam kehidupan kami, biarlah suatu saat kami memutuskan untuk gak bersusah payah mempertahankan persahabatan kami. Biarlah itu semua terjadi, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti akan selalu berubah.
Hal yang gak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri.
Ada kalanya kita tiba di suatu titik perbedaan yang membuat kita merasa udah gak cocok sampai akhirnya hubungan itu akan merenggang dengan sendirinya.

Dan karena memang mau gimana lagi, menjadi teman yang baik itu sulit.
‘kan?

Bersambung...

Rabu, 03 November 2010

Menjadi orang yang bahagia (edisi: si Warui)



Sebut saja dia Warui, dia itu seseorang yang lagaknya sok kuat.
Sok tegar, sok bisa melalui semuanya tanpa bantuan orang lain, sok gak pengen nangis. Pokoknya dia itu orangnya benar-benar sok, deh.
Padahal setiap hari kerjanya cuma bisa ngeluh aja. Hobinya menghela nafas panjang-panjang. Dia itu sebenarnya pengen diperhatikan, tapi dia gak mau bilang: ”Tolong perhatikan aku.”
Dia selalu gak puas dengan kehidupannya. Dia pernah bilang kalau dia pengen hidupnya berwarna. Melihat orang-orang disekitarnya bertukar cerita tentang hal yang mereka sukai dan mereka benci dengan sangat bersemangat, dia juga pengen kayak gitu.
Tapi dia bahkan gak punya sesuatu yang benar2 disukai, dan dia juga gak punya sesuatu yang benar2 dia benci. Dia itu seperti wadah yang kosong. Hampa. Gak ada isinya. Sampai dia pernah ngerasa kalau semua yang dimakan dan diminumnya gak terasa apa-apa lagi. Dia bahkan berkali-kali harus memasukkan makanan ke mulutnya dengan bantuan air putih, karena dia benar-benar gak bisa menelannya. Semuanya seperti mau dimuntahkan lagi.
Pelan-pelan dia mulai berpikir, pasti ada yang salah dengannya.
Dia gak punya sesuatu yang menarik dalam hidupnya.
Dia berkali-kali mau menceritakan tentang keanehannya itu sama seseorang. Tapi setiap kali dia mau cerita, seolah ada yang mencegahnya dan bilang ”Jangan bodoh! Kau kira mereka peduli?!”
Suatu hari dia kelepasan bicara, katanya dia ingin merasakan sesuatu dalam hidupnya yang datar. Dia mau ada sedikit rasa yang membuatnya sadar kalau dia itu memang hidup. Dia bilang: ”Aku mulai bosan, semuanya terlalu hambar. Aku mau sedikit ’rasa’. Pahit juga gak pa-pa”
Mungkin dia kualat atau apa. Satu persatu masalah datang menghampirinya dan menunggu untuk diselesaikan. Dia mulai kewalahan menghadapi masalah-masalah itu. Sampai akhirnya dia pernah satu atau dua kali meledak di depan seseorang, dia menangis sambil menceritakan masalahnya (salah satu dari beberapa masalahnya). Mungkin dia udah gak bisa menahannya lagi, mungkin udah terlalu menyesakkan baginya untuk disimpan sendiri.
Tapi selalu saja,
selalu saja setelah itu dia merasa menyesal. Dia menyesal udah kelihatan selemah itu di depan orang lain. Dia nyesal kenapa ada yang harus melihatnya menangis menyedihkan begitu. Dia nyesal kenapa dirinya bisa sebodoh itu memperlihatkan keadaan yang seolah minta dikasihani.
Dia menyesal dan selalu bertekad tak akan mengulangi perbuatan memalukan itu lagi. Tapi tekadnya itu yang malah membuat kondisinya semakin parah. Setiap kali dia merasa sudah hampir sampai pada batasnya, dia jadi bertanya-tanya...
Kenapa lagi-lagi dia mengeluh?
Kenapa lagi-lagi dia mencari seseorang yang mau mendengarkannya?
Kenapa lagi-lagi dia cengeng dan minta dikasihani?
Menyebalkan. Kenapa dirinya selemah ini? Kenapa selalu tak pernah puas?
Padahal dulu dia selalu merasa hampa, dan dia selalu menginginkan ada sedikit ’rasa’ dalam hidupnya. Tapi kenapa setelah dia diberi ’rasa’ yang dia cari itu, sekarang dia malah menyebut ’rasa’ itu sebagai masalah? Kemudian malah berkeluh kesah kesana-kemari?
Kenapa si Warui ini suka sekali mengeluh?
Kenapa dia gak pandai membuat dirinya sendiri bahagia?
Padahal Tuhan sudah memberikan begitu banyak anugerah padanya. Kenapa dia tak pernah berhenti sejenak memburu kebahagiaan itu, kenapa tidak berhenti sejenak untuk bersyukur?
Padahal sebenarnya untuk menjadi orang yang bahagia itu bisa dilakukan cukup hanya dengan mensyukuri apa yang sudah dia punya.
Tapi dia selalu merasa kurang, selalu saja merasa ada yang kurang. Tak pernah puas dengan apa yang dia punya.
Kenapa dia gak pernah mau mencoba bahagia dengan hal-hal kecil yang ada?
Padahal ’kan itu ada sangat banyak di sekitarnya.
Ada sangat banyak…
Banyak sekali…

Menjadi orang yang bahagia (edisi: ONIGIRI)

Waktu baca manga “Fruits Basket” karyanya Natsuki Takaya, aku dapat pencerahan (halah)
Gini, dalam manga itu ada tokoh bernama Kyo dan Yuki. Jadi dua anak cowok ini hobi banget berantem. Kalo ketemu kagak pernah akur. Kerjanya ngancurin rumah aja saking seringnya tonjok2an.

Usut punya usut, ternyata dua orang itu saling iri. Yuki iri sama Kyo yang punya sifat ceria n slalu bisa akrab sama orang lain. Beda banget sama Yuki yang pendiam. Eh, taunya si Kyo ini juga ngiri sama Yuki. Coz, si Yuki kan cakep, pinter lagi. Selalu jadi sumber kehisterisan cewek2 di skolahnya.

Nah, ada satu lagi tokoh yang namanya Toru. Dia bingung kenapa mereka berdua itu selalu bertengkar, padahal kan keduanya saling iri pada kelebihan lawannya masing2. Jadi, si Toru ini bilang. Mungkin aja letak kelebihan mereka itu sebenarnya ada di punggung.




Kayak onigiri.

Tau onigiri kan? Nasi kepal ala Jepang itu (kayak gambar yang di atas)

Onigiri punya umeboshi (bagian wana hitam yang lengket di nasi onigiri).
Jadi ceritanya umeboshi itu melekat dipunggung si onigiri. Makanya manusia itu kadang2 kayak onigiri, di setiap punggung kita sebenarnya ada umeboshi dengan berbagai macam bentuk, warna dan rasa. Tapi karena ada di punggung belakang, mungkin kita sendiri jadi gak bisa melihatnya n kadang itu bikin kita jadi kecil hati dan rendah diri. Kayak onigiri yang selalu merasa kalo dia gak punya apa2 dan dia gak lebih dari nasi putih biasa. Padahal sebetulnya di punggungnya ada umeboshi yang melekat. Padahal sebetulnya kita punya kelebihan di diri kita masing2.

Jadi jangan pernah buang2 waktu untuk berpikir menjadi orang lain. Karena sebenarnya hidup ini terlalu singkat untuk menjadi orang lain, kan?

Kalau kita iri sama orang lain, mungkin karena kita bisa lebih jelas melihat umeboshi punya orang itu. Sekarang pun mungkin ada yang iri pada sesuatu yang kita miliki, dan mungkin ada juga yang kagum sama kita, tapi kita gak menyadarinya. Mungkin kalau kita memikirkan hal itu, kita akan lebih bersemangat untuk menjadi diri kita sendiri.

Soalnya, kalau kita mau jadi orang yang bahagia dan bisa mencintai orang lain. Hal terpenting yang harus kita lakukan lebih dulu adalah menyukai diri sendiri.

NB: Tapi jangan terlalu sering melihat umeboshi-mu sendiri, nanti tanpa sadar kamu bisa berubah jadi orang yang dibenci loh

Kamis, 02 September 2010

Kedukaan Polandia Berlipat-lipat


(KOMPAS)
TAJUK RENCANA
Senin, 12 April 2010 | 04:45 WIB
Kedukaan Polandia Berlipat-lipat
Kedukaan bangsa Polandia sungguh berlipat-lipat atas tewasnya Presiden Lech Kaczynski dalam kecelakaan pesawat akhir pekan lalu.
Bangsa Polandia benar-benar terpukul dan kehilangan luar biasa atas tewasnya Presiden Kaczynski bersama Ibu Negara Ny Maria Kaczynski dan sejumlah pejabat tinggi, termasuk sejumlah anggota menteri kabinet serta gubernur bank sentral, dalam tragedi kecelakaan pesawat hari Sabtu, 10 April, di wilayah Rusia barat.
Dunia ikut terguncang dan berduka atas tragedi itu. Hanya dalam sekejap, dunia mengetahui tragedi itu sebagai dampak kemajuan teknologi komunikasi dan multimedia. Ekspresi kedukaan datang dari para pemimpin dunia, antara lain dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Tragedi yang merenggut Presiden Kaczynski dan sejumlah elite Polandia itu bertambah dramatis karena terjadi dalam misi yang tergolong paling sensitif ke Rusia. Presiden Kaczynski dan rombongan ingin memberikan penghormatan kepada sekitar 22.000 tentara dan kaum intelektual Polandia yang dibantai agen rahasia Uni Soviet atas perintah Joseph Stalin ketika menginvasi Polandia tahun 1937-1938.
Namun, sebelum berlangsung peringatan 70 tahun pembantaian, pesawat Tupolev-154 yang membawa Presiden Kaczynski dan rombongan jatuh sesaat sebelum mendarat di Smolensk, Rusia barat. Penyebab kecelakaan masih diselidiki. Lokasi kecelakaan tidak jauh dari Katyn, tempat pembantaian ribuan warga Polandia oleh aparat Uni Soviet. Pembunuhan massal yang dikenal dengan Pembantaian Katyn itu menjadi kerikil tajam dalam hubungan Polandia dengan Rusia (dulu Uni Soviet).
Perjalanan Presiden Kaczynski dilakukan atas undangan Pemerintah Rusia, yang tampaknya ingin mengakhiri hubungan penuh prasangka dan kurang bersahabat dengan tetangganya, Polandia. Sebagai tuan rumah, Rusia juga terpukul dan bersedih karena tamu negara tewas dalam kecelakaan pesawat di wilayahnya. Keinginan untuk memperbaiki hubungan terganggu pula oleh tragedi itu.
Sekalipun Pemerintah Rusia ikut terpukul dan bersedih atas kematian Presiden Kaczynski, hubungan kecurigaan tampaknya tidak mengendur, antara lain karena tragedi itu terjadi di wilayah Rusia. Ekspresinya antara lain pernyataan mantan Presiden Lech Walesa kepada media, ”Uni Soviet membunuh elite Polandia di Katyn 70 tahun lalu. Kini, elite Polandia kembali tewas di sana ketika hendak menyatakan penghormatan terhadap warganya yang dibunuh di tempat itu.”
Tanpa bermaksud mengabaikan kepedihan hati bangsa Polandia atas kekejian pembantaian 70 tahun lalu di Katyn, berbagai kalangan mengharapkan kematian Presiden Kaczynski kiranya tidak sia-sia dalam upaya memperbaiki hubungan kedua negara bertetangga itu.

TUGAS CRITICAL REVIEW (Komunikasi Internasional)

Tulisan ini adalah hasil critical revew dari sebuah tajuk rencana yang berjudul “Kedukaan Polandia Berlipat-lipat” yang dimuat di http://cetak.kompas.com. Tajuk rencana tersebut dimuat pada hari Senin, 12 April 2010, tepatnya pukul 04:45 WIB. Critical revew ini akan menganalisis tajuk rencana berdasarkan kerangka kerja teoritis dalam rekonstruksi di liputan politik. Sebuah peristiwa politik menjadi menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan, disebabkan dua faktor, pertama, saat ini media berada di era mediasi (politics in the age of mediation), yakni media massa. Para aktor politik senantiasa berusaha menarik perhatian wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka. Sebuah liputan politik yang terbentuk menjadi sebuah berita memiliki dimensi opini publik, baik yang diharapkan politisi maupun oleh para wartawan.
Tajuk rencana (editorial) adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan.
Tajuk rencana mempunyai sifat :
1. Krusial dan ditulis secara berkala, tergantung dari jenis terbitan medianya bisa harian (daily), atau mingguan (weekly), atau dua mingguan (biweekly) dan bulanan (monthly).
2. Isinya menyikapi situasi yang berkembang di masyarakat luas baik itu aspek sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, hukum, pemerintahan, atau olah raga bahkan entertainment, tergantung jenis liputan medianya.
3. Memiliki karakter atu konsistensi yang teratur, kepada para pembacanya terkait sikap dari media massa yang menulis tajuk rencana.
4. Terkait erat dengan policy media atau kebijakan media yang bersangkutan. Karena setiap media mempunyai perbedaan iklim tumbuh dan berkembang dalam kepentingan yang beragam, yang menaungi media tersebut.
Tajuk rencana tidak ditulis dengan mencantumkan nama penulisnya, seperti halnya menulis berita atau features, karena merupakan suara lembaga maka. Idealnya tajuk rencana adalah pekerjaan, dan hasil dari pemikiran kolektif dari segenap awak media. Jadi proses sebelum penulisan tajuk rencana, terlebih dahulu diadakan rapat redaksi yang dihadiri oleh pemimpin redaksi, redaktur pelaksana serta segenap jajaran redaktur yang berkompeten, untuk menentukan sikap bersama terhadap suatu permasalahan krusial yang sedang berkembang di masyarakat atau dalam kebijakan pemerintahan. Maka setelah tercapai pokok- pokok pikiran, dituangkanlah dalam sikap yang kemudian dirangkum oleh awak redaksi yang telah ditunjuk dalam rapat. Dalam Koran harian bisanya tajuk rencana ditulis secara bergantian, namun semangat isinya tetap mecerminkan suara bersama setiap jajaran redakturnya. Dalam proses ini reporter amat jarang dilibatkan, karena dinilai dari segi pengalaman serta tanggung jawabnya yang terbatas.
Karakter dan kepribadian pers terdapat sekaligus tercermin dalam tajuk rencana. Tajuk rencana juga mencerminkan dari golongan pers mana media tersebut berasal. Tajuk rencana pers papan atas (middle-high media) atau pers yang berkualitas misalnya memiliki ciri di antaranya: 1) Hati-hati, 2) Normatif, 3) Cenderung konservatif, 4) Sedapat mungkin menghindari pendekatan kritis yang tajam, 5) Pertimbangan aspek politis lebih besar dari aspek sosiologis. Namun tajuk rencana dari golongan pers papan tengah ke bawah (middle-low media) berlaku sebaliknya. Ciri tajuk rencana pers papan tengah adalah: 1) Lebih berani, 2) Atraktif, 3) Progresif, 4) Tidak canggung untuk memilih pendekatan kritis yang bersifat tajam, 5) Lebih memilih pendekatan sosiologis daripada pendekatan politis.
Perbedaan yang cukup tajam ini karena perusahaan pers papan atas biasanya memiliki kepentingan yang jauh lebih kompleks daripada pers papan tengah ke bawah. Kepentingan yang sifatnya jauh lebih kompleks itulah yang mendorong pers papan atas untuk lebih akomodatif dan konservatif, baik itu dalam kebijakan pemberitaan, serta pernyataan pendapat dan sikap resmi dalam tajuk rencana yang dibuatnya. Itulah konsekuensi logis pers modern sebagai industri padat modal sekaligus padat karya. Kecenderungan perbedaan yang dimiliki oleh pers baik papan atas maupun papan bawah ini juga berlaku universal hampir di semua negara, yang memiliki latar belakang ideologi serta kepentingan yang berbeda-beda.
Citra setara dengan opini publik dalam politik. Sebuah peristiwa politik bisa menimbulkan opini publik yang berbeda-beda sehingga realitas politik dalam media massa bukan realitas yang sebenarnya. Karena sifat dan faktanya pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realita dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Peristiwa-peristiwa politik yang terjadi senantiasa di ikuti dengan lahirnya berita politik baik yang menyangkut organisasi maupun aktor politik. Pengkonstruksian realitas politik hingga membentuk makna dan citra tertentu tergantung pada faktor sistem media massa yang berlaku, faktor internal dan eksternal media serta perangkat pembuatan wacananya sendiri yang meliputi fungsi bahasa, strategi framing, dan agenda setting yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi Bahasa
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Dalam media massa, keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya: makna dan citra. Sebabnya ialah, karena bahasa mengandung makna. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya.
Bahasa yang digunakan dalam tajuk rencana yang berjudul “Kedukaan Polandia Berlipat-lipat” berhasil menciptakan citra baik terhadap aktor politik. Salah satu contohnya:
“Perjalanan Presiden Kaczynski dilakukan atas undangan Pemerintah Rusia, yang tampaknya ingin mengakhiri hubungan penuh prasangka dan kurang bersahabat dengan tetangganya, Polandia. Sebagai tuan rumah, Rusia juga terpukul dan bersedih karena tamu negara tewas dalam kecelakaan pesawat di wilayahnya.”
Kalimat tersebut memberi kesan bahwa para aktor politik, seperti presiden Polandia, keluarga, dan pejabat-pejabatnya, serta para pemimpin Rusia merupakan tokoh politik yang beretika baik. Giles dan wiemann dalam Hamad (2004:14) mengemukakan bahwa bahasa (teks) mampu menentukan konteks, bukan sebaliknya teks menyesuaikan diri dengan konteks. Dengan begitu, lewat bahasa yang digunakan (melalui pilihan kata dan cara penyajian) seseorang bisa mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasaannya). Melalui teks yang dibuat seseorang, ia dapat memanipulasi konteks. Dalam tajuk rencana yang penulis analisis, pilihan kata yang digunakan cukup bagus.
2. Strategi Pengemasan Pesan (framing strategis)
Pembingkaian (framing) peristiwa politik minimal disebabkan adanya tuntutan teknis yakni keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman (pada media cetak) atau waktu (pada media elektronik). Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, dan rumit, dicoba disederhanakan melalui mekanisme framing fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit. Dalam hal ini berita yang disampaikan di dalam tajuk rencana telah melalui proses framing dimana peristiwa yang panjang dan lebar mengenai kunjungan Presiden Kaczynski, kecelakaan yang dialami rombongan presiden tersebut, dan ungkapan duka cita dari berbagai pemimpin dunia telah disederhanakan dengan penggunaan bahasa yang baik.
Pembuatan frame itu sendiri didasarkan pada kepentingan internal maupun eksternal media, baik teknis, ekonomis, politis ataupun ideologis. Sehingga pembuatan sebuah wacana tidak saja mengindikasikan adanya kepentingan-kepentingan, tetapi juga bisa mengarahkan akan dibawa kemana isu yang diangkat dalam wacana tersebut. Kepentingan internal media dalam tajuk rencana yang di analisis adalah agar pembaca dapat menerima makna yang disampaikan dengan baik sehingga orang tertarik untuk membacanya dan kepentingan eksternalnya adalah pembentukan citra yang baik bagi aktor politik yakni presiden Kaczynski, presiden Rusia, dan para pemimpin dunia yang turut melayangkan ucapan duka cita, serta bagaimana upaya yang ditunjukkan oleh Polandia dan Rusia untuk mencairkan suasana ketegangan yang selama ini berlangsung antara kedua negara tersebut.
3. Soal Pemuatan (Pengalihan Isu)
Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik, justru hanya jika media massa memberi tempat, maka peristiwa politik akan memperoleh perhatian masyarakat. Semakin besar tempat yang diberikan, semakin besar pula perhatian yang diberikan khalayak. Dalam teori ini, media massa dipandang berkekuatan besar (powerfull) dalam mempengaruhi masyarakat. Tajuk rencana yang berjudul “Kedukaan Polandia Berlipat-lipat” sarat dengan muatan berita politik. Perjalanan rombongan presiden Kaczynski ke Rusia adalah untuk menerima undangan dari presiden Rusia. Tapi kemudian terjadi kecelakaan jatuhnya pesawat di dekat Katyn, yaitu tempat pembantaian ribuan warga Polandia oleh aparat Uni Soviet. Pembunuhan massal yang dikenal dengan Pembantaian Katyn itu menjadi kerikil tajam dalam hubungan Polandia dengan Rusia (dulu Uni Soviet).
Peristiwa jatuhnya pesawat presiden Polandia tersebut diberitakan besar-besaran dan kemudian memberikan kesan bahwa keinginan untuk memperbaiki hubungan antara Rusia dan Polandia terganggu oleh tragedi tersebut. Sekalipun Pemerintah Rusia ikut terpukul dan bersedih atas kematian Presiden Kaczynski, namun mantan Presiden Lech Walesa curiga bahwa ada unsur kesengajaan dalam kecelakaan tersebut. Hal ini dapat juga disebut dengan pengalihan isu, karena pemberitaan yang sebenarnya adalah mengenai jatuhnya pesawat presiden Polandia yang kemudian dialihkan menjadi berita yang berunsur politik.
4. Pencitraan
Citra aktor politik dengan adanya pemberitaan mengenai jatuhnya pesawat presiden Polandia ketika akan memenuhi undangan presiden Rusia dalam rangka mempeebaiki hubungan di antara kedua negara tersebut, menunjukkan bahwa citra aktor terbentuk dengan baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa simpati yang ditunjukkan presiden Rusia dan beberapa pemimpin dunia memberi kesan bahwa negara-negara di dunia memiliki hubungan dan proses politik yang berjalan baik. Selain itu, kharisma presiden Kaczynski beserta keluarga dan rombongan elit politik yang ikut menjadi korban dalam kecelakaan tersebut juga menunjukkan peningkatan karena seluruh masyarakat Polandia termasuk masyarakat internasional bersimpati atas tragedi yang terjadi di tengah niat baik tersbeut.
Pembentukan perilaku publik yang tercermin dalam tajuk rencana ini adalah adanya rasa duka yang mendalam terhadap kehilangan salah seorang dari pemimpin dunia. Tragedi yang menimpa presiden Kaczynski tersebut secara tidak langsung juga akan menutupi segala kesalahan yang pernah dilakukannya sebelumnya. Dengan kata lain, cara presiden Kaczynski mengalami kematian membuatnya mendapat simpati yang banyak dan menyebabkan citra baik yang muncul kepermukaan lebih banyak dibandingkan citra buruk atau yang lainnya. Opini publik yang terbentuk adalah dengan terjadinya tragedi kecelakaan tersebut, menimbulkan banyak rasa duka sekaligus kecurigaan di berbagai pihak atas adanya unsur kesengajaan dalam terjadinya kecelakaan pesawat tersebut. Tapi, jika kecurigaan tersebut tidak terbukti, maka ada kemungkinan bahwa dengan terjadinya tragedi ini akan semakin memperbesar kesempatan bagi Polandia dan Rusia untuk memperbaiki hubungan.
5. Pembentukan Makna
Presiden Kaczynski bersama Ibu Negara Ny Maria Kaczynski dan sejumlah pejabat tinggi, termasuk sejumlah anggota menteri kabinet serta gubernur bank sentral, yang tewas dalam tragedi kecelakaan pesawat hari 10 April 2010 yang lalu, di wilayah Rusia barat menyisakan rasa duka yang mendalam bagi bangsa Polandia. Dunia juga ikut terguncang dan berduka atas tragedi tersebut. Ungkapan kedukaan datang dari para pemimpin dunia, antara lain dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Tragedi yang merenggut Presiden Kaczynski dan sejumlah elite Polandia itu bertambah dramatis karena terjadi dalam misi yang tergolong paling sensitif ke Rusia. Presiden Kaczynski dan rombongan ingin memberikan penghormatan kepada sekitar 22.000 tentara dan kaum intelektual Polandia yang dibantai agen rahasia Uni Soviet atas perintah Joseph Stalin ketika menginvasi Polandia tahun 1937-1938. Namun, sebelum berlangsung peringatan 70 tahun pembantaian, pesawat Tupolev-154 yang membawa Presiden Kaczynski dan rombongan jatuh sesaat sebelum mendarat di Smolensk, Rusia barat.
Berita mengenai tragedi tersebut menunjukkan makna dan kesan kemanusiaan yang ada pada seluruh masyarakat internasional. Walaupun, presiden Kaczynski adalah pemimpin bagi rakyat Polandia, namun duka atas meninggalnya presiden Polandia tersebut juga turut dirasakan seluruh dunia. Terlepas dari segala kepentingan politik, negara-negara di dunia juga menunjukkan belasungkawanya. Makna yang ditimbulkan dalam peristiwa ini adalah bahwa tanpa bermaksud mengabaikan kepedihan hati bangsa Polandia atas kekejian pembantaian 70 tahun lalu di Katyn, berbagai kalangan mengharapkan kematian Presiden Kaczynski tidak sia-sia dalam upaya memperbaiki hubungan Polandia dan Rusia yang merupakan negara bertetangga.
6. Simbol Politik (language of politic)
Media massa hanya bersifat melaporkan, meskipun demikian telah menjadi sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhitungkan simbol politik. Dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melalui lambang politik, dan menginterpretasi pesan-pesan (simbol-simbol) politik yang diterimanya. Dalam tajuk rencana ini simbol politik yang digunakan adalah bahwa presiden Kaczynski beserta rombongan melakukan perjalanan ke Rusia dengan tujuan yang sarat akan makna politik, yaitu untuk memperbaiki hubungan Polandia dengan Rusia. Di tambah lagi, tragedi yang kemudian terjadi mengakibatkan munculnya dugaan bahwa ada unsur kesengajaan yang dilakukan pihak Rusia untuk melemahkan Polandia dengan membunuh para elit politiknya, terkait dengan permasalahan sejarah yang pernah terjadi antara dua negara bertetangga tersebut.
7. Motivasi
Sikap (motivasi) masing-masing media dalam melaporkan peristiwa-peeristiwa politik dapat ditimbang melalui kerangka teoritis ini. Dalam melaporkan peristiwa politik mengenai tragedi yang dialami rombongan presiden Polandia tersebut, media massa Kompas termotivasi dengan isu adanya upaya perbaikan hubungan antara Polandia dan Rusia serta adanya kemungkinan unsur kesengajaan dalam kecelakaan pesawat tersebut. Maka dari itu, media massa Kompas memberikan berita atau informasi mengenai bagaimana proses yang terjadi sehingga presiden Kaczynski dan rombongan melakukan perjalanan tersebut ke Rusia serta bagaimana proses sehingga munculnya dugaan kecurigaan atas adanya campur tangan pihak Rusia terhadap kecelakaan yang terjadi di wilayah Rusia tersebut. Selain itu, posisi Kompas dalam pemberitaan ini bisa dikatakan netral, karena tidak memihak kepada siapapun.



REFERENSI

Abbas, Bakri. 2003. Komunikasi Internasional, Peran dan Permasalahannya. Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta – IISIP.
Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik. Jakarta: Balai Pustaka.
Fisher, Aubrey. 1986. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Shoelhi, Mohammad. 2009. Komunikasi Internasional: Perspektif Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Kedukaan Polandia Berlipat-lipat. Diakses dari http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/12/04450735/tajuk.rencana. Pada tanggal 20 April 2010. Pukul 12.50 wib.

RESUME : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Makalah ini akan membahas mengenai Hukum Perdata Internasional dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasannya. Diantaranya adalah defenisi, sejarah, seumber-sumber Hukum Perdata Internasional dan beberapa hal lagi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan. Pada hakekatnya setiap negara yang berdaulat, memiliki hukum atau aturan yang kokoh dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada didalamnya. Seperti pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream Hukum Positif untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang ada di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional yang nantinya akan dibahas lebih detail.
Permasalahan mengenai keperdataan yang mengkaitkan antara unsur-unsur internasional pada era globalisasi saat sekarang ini cukup berkembang pesat. Aktor non-negara dan aktor individu mempunyai peran yang sangat dominan. Pada saat sekarang ini berbagai perusahaan-perusahaan multi nasional (Multi National Corporation) baik yang berorientasi pada keuntungan atau yang tidak berorientasi pada keuntungan hilir mudik melintasi batas territorial suatu negara untuk melakukan transaksi perdagangan, kerjasama, memecahkan permasalahan, riset dan berbagai kegiatan lainnya. Begitu juga dengan aktor individu, mereka-mereka yang mempunyai uang lebih atau ingin mencari uang lebih keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan proses yang begitu cepat. Terjadinya perkawinan dua warga negara yang berbeda, mempunyai keturunan disuatu negara, mempunyai harta warisan dan lain sebagainya. Inilah sebuah konsekwensi dari sebuah globalisasi, tak bisa dihindari, akan tetapi inilah sebuah kebutuhan dan merupakan sifat dasar umat manusia.
Masalah-masalah keperdataan diatas diperlukan sebuah wadah untuk dapat menjadi acuan dan rujukan bertindak dari aktor-aktor tersebut. Wadah tersebut diperlukan agar dunia yang ditempati ini tidak didasari dengan hukum rimba, yang kuat menang dan yang lemah akan tersingkir, secara arti luas yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin akan bertambah miskin. Keperluan-keperuan akan suatu hal untuk mengatur permaslahan-permasalahan diataslah menjadikan hukum tentang keperdataan perlu diatur dalam sutau kerangka-kerangka hukum positif.
B. Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman mengenai beberapa hal yang menjadi fokus penulisan makalah, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Perdata Internasional?
2. Apa saja pembahasan penting yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional?

C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai Hukum Perdata Internasional. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi yang berguna dalam memperluas ilmu pengetahuan dan menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian dengan objek yang sama, terutama mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai defenisi dan sejarah Hukum Perdata Internasional.
2. Menjelaskan mengenai pembahasan apa saja yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional.

D. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan ini menggunakan data-data sekunder. Sumber data yang digunakan adalah buku-buku mengenai Hukum Perdata Internasional, serta materi-materi yang mendukung tulisan ini. Sumber-sumber tersebut didapatkan melalui studi literatur termasuk akses data melalui internet. Akses internet dilakukan dengan selektif melalui alamat situs yang kredibilitasnya dapat dipercaya. Data yang telah didapatkan, kemudian akan dipilih sesuai dengan tema makalah.


E. Sistematika Penulisan
Untuk mewujudkan sebuah makalah yang sistematis dan menarik untuk dicermati, maka system penulisan pada bab-bab berikutnya akan tercermin pada poin-poin sebagai berikut:
1. Di dalam bab I, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
2. Di dalam bab II, akan dibahas mengenai sejarah perkembangan Hukum Perdata Internasional, defenisi Hukum Perdata Internasional, sumber-sumber Hukum Perdata Internasional, hubungan Hukum Perdata Internasional dengan bidang hukum lain, titik pertalian/ titik taut, prinsip domisili/kewarganegaraan, renvoi, ketertibam umum dan penyelundupan hukum, pilihan hukum, dan pemakaian hukum asing
3. Di dalam bab III, akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan pembahasan masalah dalam bab II.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional

Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar atau dikenal dengan Ius Gentium. Yang dimaksud dengan Ius Gentium adalah hukum yang berlaku antara orang Romawi dan bukan Romawi. Ius Gentium kemudian berkembang lagi menjadi Ius Publicum dan Ius Privatum. Ius Publicum inilah yang berkembang sekarang ini menjadi Hukum Internasional, sedangkan Ius Privatum berkembang menjadi Hukum Perdata Internasional (HPI).
Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi), pada masa ini merupakan masa dimana kekaisaran romawi ditaklukkan oleh orang “barbar”, sehingga ius civile tidak berguna, yang dipergunakan adalah asas personal dan hukum agama (tribal laws). Kemudian pada masa ini juga tumbuh beberapa kaedah HPI yang didasarkan pada asas personal yang diuraikan sebagai berikut:
1) Dalam sengketa hukum: hukum pihak tergugat
2) Dalam perjanjian: huku personal masing-masing pihak
3) Pewarisan: hukum dari transferor (yang mewariskan)
4) Peralihan hak milik: hukum dari transferor
5) Perbuatan melawan hukum: hukum dari pihak yang melanggar hukum
6) Perkawinan: hukum suami
Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Setelah mealui masa 300 tahun pertumbuhan asas personal semakin sulit dipertahankan mengingat terjadinya transformasi dalam masyarakat sehingga keterikatan lebih didasarkan pada kesamaan wilayah tempat tinggal (teritorial). Proses transformasi terjadi di dua kawasan Eropa dengan perbedaan yang mencolok. Di Eropa Utara (Jerman, Perancis, Inggri), masyarakata berada di bawah kekuasaan tuan tanah (feodalistik) dan tidak terdapat tempat bagi pengakuan terhadap kaidah hukum asing (HPI). Sedangkan di Eropa Selatan (Italia, Milan, Bologna), merupakan kota perdagangan dan perselisihan yang ada di antara pedagang yang berasal dari luar diselesaikan dengan kaedah HPI.
Kemudian masih pada tahap III ini, diletakkan dasar bagi HPI modern dengan prinsip teritorial. Lex Rei Sitae (Lex Situs), yaitu perkara tentang benda tidak bergerak dimana hukum yang digunakan adalah hukum dimaan benda tersebut berada. Lex Dominicili, mengatur tentang hak dan kewajiban dimana hukum yang digunakan adalah hukum dari tempat seorang berkediaman. Lex Contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian hukum yang berlaku yaitu hukum dari tempat perbuatan perjanjian
Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). Tingginya intensitas perdagangan di italia menimbulkan persoalan tentang pengakuan hak asing dalam wilayah suatu kota. Asas teritorial tidak dapat menjawab semua masalah yang timbul, sehingga dibutuhkan adanya ketentuan hukum (statuta). Pencetus Teori Statuta adalah Bartlus (Bapak HPI), yang menyatakan bahwa upaya yang dilakukan menetapakan asas-asas untuk menentukan wilayah berlaku setiap aturan hukum (statuta). Dalam teori statuta terdapat istilah Statuta personalia, yaitu mengenai kedudukan hukum/ status personal orang. Berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap, melekat dan berlaku atas mereka dimanapun mereka berada. Kemudian juga dikenal istilah Statuta Realia yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa koa yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut. Selain itu juga ada Statuta Mixta yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa kota yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut.

B. Defenisi Hukum Perdata Internasional
Menurut Van Brakel dalam buku “Grond en beginselen van nederland internationaal privatrecht” menyatakan bahwa internationaal privatrecht is a national recht voor internationale recht verhouding geschreven. Maksudnya bahwa HPI adalah hukum nasional yang ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan hukum internasional. Sedangkan menurut Prof. DR. S. Gautama. S.H. HPI adalah keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan atau peristiwa antar warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
Berdasarkan pendapat kedua ahlil tersebut, dapat disimpulkan bahwa HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Contohnya adalah kasus pernikahan antar warga negara satu dengan warga negara lain. Masalah-masalah pokok yang dibahas dalam HPI adalah sebagai berikut:
1) Hakim/ badan hukum peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing. (chioce of yuridiction) merupakan hukum acara dalam HPI
2) Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan maasalah HPI (the appropriate legal system)
3) Sejauh mana suatu peradilan harus memperahatikan dan mengakui putusan hukum asing (recognition of foreign judgements)
Luas lingkup HPI menurut negara yang pertama, HPI merupakan Rechtstoepassingrecht/ choice of law (paling sempit). Artinya, istilah HPI terbatas pada masalah-masalah hukum mana yang diberlakukan. Contoh: negara Jerman, negara Nederland. Kedua, HPI adalah choice of law + choice of juridiction (lebih luas). Maksudnya, mengenai hukum mana yang berlaku ditambah dengan kompetensi wewenang hakim untuk mengadili perkara yang bersangkutan. Contoh: negara Anglo Saxon, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga, HPI merupakan choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges (lebih luas). Maknanya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing. Contoh: Italia dan Spanyol. Keempat, HPI adalah choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges + natonalite (terluas). Artinya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing + kewarganegaraan. Contoh: Perancis.

C. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional
Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Sumber hukum materil, dalam pengertian dasar berlakunya hukum apa atau sebabnya hukum mengikat dan biasanya terletak di luar bidang hukum. Sedangkan sumber hukum formil, dalam pengertian dimana terdapatnya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang persoalan yang konkrit dalam bentuk tertulis. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-undang pokok Agraria, Undang-undang penanaman modal asing, dan Undang-undang penanaman modal dalam negeri. Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia no.62 tahun 1958, diatur dalam pasal 1 undang-undang kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran, yaitu:
1) Karena kelahiran dari seseorang warga negara Indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e)
2) Berdasarkan kelahiran di wilayah Republik Indonesia jika masih dipenuhi syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h)
Dalam undang-undang juga diatur siapa saja yang menjadi warganegara:
1) Mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan undang-unadng/ peraturan/ perjanjian yang terlebih dahulu berlaku
2) Menentukan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang
a. Pada waktu lahir, mempunyai hubungan kekeluargaan dengans eorang warga negara Indonesia
b. Lahir dalam waktu 200 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya adalah warga negara Indonesia
c. Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tua tidak diketahui
d. Memperoleh kewarganegaraan menurut undang-undang no. 62 tahun 1958
Undang-undang pokok agraria (undang-undang no. 5 tahun 1960), diatur dalam pasal 1 undang-undang pokok agraria, yaitu seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bengsa Indonesia. Pasal 9, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa: Hak milik atas tanah, hanya warganegara Indonesia yang boleh memiliki milik atas tanah sedangkan orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah. Hak pasal 55:2, badan hukum asing hanya dapat memperoleh hak guna usaha dan hak guna bangunan jika diperbolehkan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan nasional.
Undang-undang penanaman modal asing (undang-undang no.1 tahun 1967), diatur dalam pasal 2 undang-undang modal asing dapat berupa:
1) Milik orang asing, modal asing sebagai milik orang asing, merupakan milik warga negara asing yang dimasikkan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia
2) Dapat merupakan milik badan hukum asing yang menjadikan modal badan hukum Indonesia, maksud badan hukum Indonesia:
a. Badan hukum menurut hukum Indonesia
b. Berkedudukan di Indonesia
Dalam undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumber HPI. Undang-undang penanaman modal dalam negeri (undang-undang no. 6 tahun 1968), diatur dalam pasal 1 undang-undang PMDN yaitu:
“Modal dalam negeri adalah bagian dari pada kekayaan masyaraka tIndonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara atau swasta nasional atau swasta asing berdomisili di Indonesia yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha...”
1) Pasal (2): pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri terdirid dari perorangand an badan hukum yang berlaku di Indonesia
2) Dalam undang-undang PMDN unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumbar HPI

D. Hubungan Hukum Perdata Internasional dengan Bidang Hukum Lain
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. HAG tidak banyak terdapat di negara-negara yang sudah merdeka, hanya pada negara jajahan dan bekas jajahan. Istilah golongan menunjukkan adanya perbedaan hukum karena golongan rakyat yang berbeda, pribadi yang berbeda, orang dan golongan yang berbeda. Ruang lingkup HAG pada masa penjajahan bersifat nasional mengatur hukum antar ras, antar suku bangsa, dan antar golongan etnis. Kemudian, pada alam kemerdekaan sifat nasional berganti menjadi internasional. Persoalan HAG bergeser menjadi persoalan HPI dengan ruang lingkup hubungan warganegara antar negara. Selain itu, hubungan HPI dengan Hukum Internsional adalah sebagai berikut:
1) HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu kaedah-kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum internasional yang berlaku
2) Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan masyarakat internasional dari masa-kemasa
3) Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama internasional melalui organisasi internasional
4) Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia, mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga semakin banyak
5) Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional
6) Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional
Hubungan HPI dengan perbandingan hukum dapat dilihat dari bagan berikut:


E. Titik Pertalian/ Titik Taut
Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya Belanda: Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis: Points de Rettachment. Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan.
Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan dilihat secara keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik pertalian sekunder (TPS dan Titik pertalian lain, sekaligus daapt dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal yang sekaligus dapat merupakan TPP dan TPS. Titik pertalian yang lain adalah sebagai berikut:
1) Tempat letaknya benda
2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus)
3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum
5) Maksud para pihak
6) Tempat diajukan proses perkara
Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk mengetahui suatu persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita lihat dalam HAG TPP disebut juga titik taut pembeda.
1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor yang melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah dengan warga negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak yang bersangkutan merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu dipertautkan.
2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia, sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia
3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara x, menikah dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y, karena domisilinya berbeda maka menimbulkan masalah HPI
4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu badan hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga melahirkankaidah hukum
5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh: seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa Hukum Indonesia yang akan berlaku.
Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Titik pertalian kumulatif
a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing
b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan
2) Titik pertalian alternatif
3) Titik pertalian pengganti
4) Titik pertalian tambahan
5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut)
Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan) daripada titik pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan hukum asing, dan kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua, titik pertalian Alternatif, terdapat lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah satu daripada dua atau lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku. Karena itu disebut titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat terkait dengan titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian accesoir, perincian lebih jauh adalah yang dinamakan titik pertalian accesoir. Penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh: perjanjian reasuransi ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok.

F. Prinsip Domisili/Kewarganegaraan
Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dalam hal ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan, yang akan diterangkan sebagai berikut:
1) Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2) Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin
3) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan
b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili. Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup, dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali emerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili. Contoh: apabila terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam satu keluarga dimana suami istri berbeda, kewaganegaraan anak-anak bisa punya kewarganegaraan berbeda tergantung domisili (terutama setelah perceraian). Hukum domisili seringkali sama dengan hukum sang hakim. Dalam banyak hal, hukum domisili ini juga bersamaan adanya dengan hukum sang hakim. Cocok dengan negara dengan pluralisme hukum. Hukum domisili adalah satu-satunya yang dapat dipergunakan dengan baik dalam negara yang struktr hkumnya tidak mengeal persatuan hukum. Domisili menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan
Negara-negara dengan prinsip kewarganegaraan/domisili dapat dilihat dalam tabel:
KEWARGANEGARAAN DOMISILI
Perancis, belgia, luxemburg, monaco, belanda, rumania, finlandia, jerman, yunani, hungaria, montenegro, polandia, portugal, spanyol, swedia, turki, iran, tiongkok, jepang, kostarika, republik dominika, equador, haiti, honduras, mexico, panama, venezuela Semua negara-negara inggris yang menganut “common law”, scotlandia, afrika selatan, quebec, denmark, norwegia, iceland, negara-negara amerika latin, argentina, brazilia, guatemala, nicaragua, paraguay, peru

Prinsip umum tentang kewarganegaraan adalah pertama, Asas kelahiran (ius soli), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentkan oleh tempat kelahiran. Contoh: Ad1. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaraan X. Kedua, Asas keturunan (ius sanguins), kewarganegaraan berdasarkan kketurunan daripada orang yang bersangkutan. Contoh: Ad2. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaran Y. Mengenai kewarganegaraan di Indonesia, berdasarkan undang-unadang, kewarganegaraan menggunakan prinsip nasionalitas. Diatur dalam pasal 1 udang-undang kewarganegaraan, kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran yaitu: Karena kelahiran dari seseorang warga negara indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e), dan berdasarkan kelahiran di wilayah republik indonesia jika masih dipenuhi lain syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h). Dapat juga dengan domisili di wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang ada.
Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apabila suatu negara menganut asas kelahiran dan negara lain menganut asas keturunan. Contoh: orang tau A cina (ius sanguins) (tinggal di indonesia lebih dari 20 tahun) maka menurut undang-undang kewarganegaraan dianggap sebagai warganegara melahirkan di indonesia, maka anaknya punya dua kewarganegaraan. Cara mencegah bipartide dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral, misalnya antara indonesia dengan cina. Undang-undang no.2 tahun 1958 dimana dalam waktu 20 hari sejak (20-1-1960 s/d 10-1-1962) orang yang berstatus dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan melepaskan yang lain.
Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contoh: terjadinya pencabutan kewarganegaraan, kelahiran anak dengan orang tua ius solli di negara ius sangins. Apartide dapat terjadi karena orang tua menganut ius solli, melahirkan anak do negara yang menagnut ius sanguins, maka anak yang dilahirkan apartide. Cara mencegah dapat dilakukan dengan mengguakan titik taut pengganti untuk menentukan kewarganegaraan yang digunakan sebagai faktor yang menentukan hukum yang harus diperlukan. Pemakaian hukum domisili atau kediaman, dan pemakaian kewarganegaraan terakhir.

G. Renvoi
Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI sehingga tak ada keseragaman cara-cara menyelesaikan masalah-masalah HPI. Salah satu persoalan penting berkenaan dengan status personil yang ditentkan berdasarka prinsip domisili dan nasionalitas. Berhubungan dengan adanya dua sistem ini maka timbullah masalah renvoi. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Renvoi terjadi pada gesamtverweisung yaitu apabila kaidah lex fori menunjuk ke arah suatu sistem asing, dalam arti keseluruhan termasuk kepada kaidah HPI nya. Renvoi terbagi dua. Pertama, penunjukan kearah kaidah-kaidah hukum intern (sachnormen) dari suatu sistem hukum tertentu, penunjkan ini dinamakan sachnormverwiesung. Kedua, penunjukan ke arah keseluruhan sistem hukum ertentu termasuk kaidah-kaidah HPI (kallisionsormen) dari sistem hukum tersebut. Penunjukan ini dinamakan gesamtverweisung.
Dalam HPI dikenal 2 jenis single renvoi, Remmisin (penunjukan kembali) yaitu proses renvoi oleh kaedah-kaedah HPI asing kembali ke arah lex fori. Dan Transmission (penunjukan lebih lanjut), yaitu proses renvoi oleh kaidah HPI asing ke arah suatu sistem hukum asing lain. Contoh kasus renvoi FORGO CASE (1879) misalnya adalah Forgo seorang warganegara Bavaria (jerman), dia menetap di Perancis sejak 5 tahun tanpa memperoleh domisili di Perancis. Kemudian dia meninggal di Perancis tanpa testamen. Forgo anak di luar nikah, ia meninggalkan benda-benda bergerak di perancis. Kemudian tuntutan atas pembagian hartanya diajukan oleh saudara kandungnya di pengadilan Perancis.

H. Ketertibam Umum dan Penyelundupan Hukum
Definisi ketertiban umum sangat sukar untuk dirumuskan namun yang dimaksud ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepentingan umum atau ketertiban hukum. Faktor-faktor yang membatasi: Waktu, tempat, falsafah kenegaraan, sistem perekonomian, pola kebudayaan yang dianut, masyarakat yang bersangkutan. Sehingga hukum asing yang bertentangan dengan ketertiban umum tersebut tidak dipergunakan meskipun sebenarnya menurut peraturan HPI lex fori, kaedah hukum asing seharusnya berlaku. Ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memberlakukan ketertiban umum dapat diberlakukan bila ditinjau dari yuridiksiforum, apabila hukum asing diakui akan mengakubatkan :
1) Pelanggaran terhadap prinsio-prinsip keadilan yang mendasar sifatnya
2) Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang baik
3) Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar
Dalam situasi seperti di atas maka lembaga ketertiban umum dapat menajdi dasar bagi pembenaran bagi hakim untuk menyimpang dari kaidah-kaidah HPI yang seharusnya berlaku, dan menunjuk kearah berlakunya suatu sistem hukum asing. Contoh, terdapat perkara masalah perbudakan, diana hukumndonesia termasuk masalah hukum personil menurut PS. 16 AB mengenai status personil akan diatur berdasarkan kewarganegaraan pihak yang bersangkutan. Fungsi ketertiban umum ada dua, yaitu:
1) Fungsi positif, menjamin agar aturan-atuan tertentu dari lex fori tetap diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuakn hukum asing.
2) Fungsi negatif, untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hkum asing bila pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar lex fori.
Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum bila perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan denga tujuan untuk menghundarkan diri dari aturan-aturan lex fori ang akan melarang perbutan itu dilaksanakan di wilayah forum. Fungsinya adalah untuk melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku. Contoh, warga negara indonesia (perempuan islam) + warga negara indonesia (laki-laki kristen), menukah. Untuk menghindari pemberlakuan undang-undang No. 1 tahun 1974 mereka menikah di Singapura. Perkawian untuk mendapatkan kewarganegaraan karena takut dideportasi. Kemudian dalam waktu tertenu mengajukan perceraian, dengan demikian maka status sebagai warga negara indonesia tetap didapat meskipun telah bercerai.

I. Pilihan Hukum dan Pemakaian Hukum Asing
Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Mereka hanya bebas untk memilih hukum tertentu tapi mereka tidak bebas untk menentukan sendiri (membuat) perundang-undangan. Batasan pilihan hukum adalah:
1) Para pihak bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki tapi kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum
2) Pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum
3) Hanya dilakukan dalam bidang hukum kontrak
Macam-macam pilihan hukum, secara tegas dinyatakan dalam Clausula perjanjian hukum yang dpilih dalam kontrak yang mereka buat. Misal: kontrak yang dibuat pertamina mengenai LNG tanggal 03-12-1973 dalam pasal 12 dinyatakan : bahwa pilihan hukum adalah negara bagian New York. Pilihan hukum ini memberikan kepastia hukum. Pilihan hukum yang dianggap, merupakan pilihan hukum yang dianggap presumptio iuris sang hakim menerima telah terjadi suatu pilihna hukum yang berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka. Pilihan hukum secara hipotetisch, pilihan hukum ini dikenal di Jerman, sebeharnya disini tidak ada satu kemauan dari para pihak untuk memilih sedikitpun, sang hakimlah yang melakukan pilihan ini, hakim melakukan dengan fictie.
Masalah utama dari pemakaian hukum asing adalah sebagai berikut:
1) Apakah hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang berdasarkan kaedah-kaedah hukum suatu hukum asing tertentu perlu atau tidak perlu diakui oleh lex fori?
2) Misal: bila seseorang warga negara Cina berdasarkan hukum Cina ia diakui sebagai pemegang hak milik suatu benda bergerak, kemudian ia mengaubah kewarganegaraannya menjadi Indonesia, apakah menurut hukum Indonesia benda bergerak miliknya akan tetap diakui?
Apabila hakim Indonesia menganggap bawa pemilikan terhadap suatu benda bergerak yang dianggap sah menurut hukum Cina akan sah juga menurut hukum Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pengadilan Indonesia menerima prinsip hak-hak yang telah diperoleh/ pemakaian hukum asing/vesten right. Hak-hak yang dimiliki seseorang (suatu subjek hukum) berdasarkan kaidah hukum asing dapat diakui dalam yuridiksi lex fori, selama pengakuan undang-undang tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat lex fori.

SIMPULAN
Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional terbagi menjadi empat tahap. Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi). Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Dan Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. Titik Taut adalah hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya.
Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepantingan umum atau ketertiban hukum. Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka.

REFERENSI

Fahrudin, Sigit. Arti dari Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://sigitfahrudin.co.cc. Pada tanggal 08 Juni 2010.
Kusumaatmadja, Mochtar.1990. Pengantar Hukum Internasional. Binacipta.
Pazli. 2004. Materi Substansi Hukum Perdata Internasional. Diktat III Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Starke, J.G. 2001. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://vhrmedia.com. Pada tanggal 11 Maret 2010